Kejahatan Profesi Penyelenggara Pemilu

345
                              Oleh: Totok Suparyanto; Ketua Bawaslu Kabupaten Rembang

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, penyelenggara pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). KPU dan jajarannya melaksanakan pemilihan umum. Sedangkan Bawaslu dan jajarannya bertugas mengawasi pemilihan umum.

Dalam pelaksanaan pemilu 2019, masih saja dijumpai adanya penyelenggara pemilu yang melakukan pelanggaran. 54-Misalnya di Kabupaten Boyolali: seorang anggota KPPS melakukan pencoblosan surat suara lebih dari satu kali. Tindakan itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang mengindikasikan terjadinya pengebirian kode etik profesi, sumpah, dan etika jabatan atau menyumbat bermuaranya moralitas.

Padahal setiap penyelenggara pemilu wajib bekerja, bertindak, menjalankan tugas, wewenang dan kewajiban berdasarkan kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Selain itu, juga ada sumpah/janji jabatan yang harus ditaati penyelenggara pemilu sebagaimana diatur di Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Kode Etik dan Pedoman Perilaku sebagaimana diatur di Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, pada dasarnya bertujuan untuk menjaga integritas, kehormatan, kemandirian, dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Adanya peraturan ini menunjukkan bahwa penyelenggara pemilu telah berusaha keras memperbaiki diri untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu sesuai asas serta prinsip yang telah digariskan di undang-undang.

Karakteristik Kejahatan Profesi Penyelenggara Pemilu

Tugas dan pekerjaan penyelenggara pemilu sehari-hari terlampau sering bersentuhan dengan persoalan politik dan kekuasaan. Tanpa disadari, penyelenggara pemilu terkadang menjadi akrab dan tidak asing terhadap perilaku para pegiat politik utamanya Tim Kampanye dan Caleg yang sering melakukan pelanggaran. Dampak negatif yang seringkali tidak dimengerti adalah penyelenggara pemilu telah berada dalam lintasan kritis, seakan-akan ia tengah berdiri pada suatu perbatasan rawan antara tugasnya dengan problematika pelanggaran pemilu yang ditanganinya.

Perilaku menyimpang penyelenggara pemilu setidaknya dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni :

  1. Minimnya pengetahuan tentang aturan main penyelenggaraan pemilu;
  2. Minimnya pengetahuan tentang aturan main sebagai penyelenggara pemilu;
  3. Adanya tekanan mental yang tidak seimbang pada diri yang bersangkutan;
  4. Sulitnya mendapatkan keteladanan dari lingkungannya.

Selanjutnya bentuk-bentuk kejahatan profesi yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu antara lain:

  1. Menerima suap dari peserta pemilu;
  2. Secara sengaja mencatat hasil perolehan suara yang merugikan atau menguntungkan peserta pemilu;
  3. Berbuat tidak adil dalam penerapan penegakan aturan pemilu pada saat kampanye;
  4. Melakukan korupsi anggaran keuangan;

Penanggulangan Kejahatan Profesi Penyelenggara Pemilu

Perilaku penyelenggara pemilu yang mengarah kepada perbuatan jahat dalam menjalankan tugasnya itu, setidak-tidaknya merupakan tindakan pengebirian etika jabatan. Kebenaran yang berada di depan mata sebagai manifestasi kewajiban untuk ditegakkan, justru tidak dilaksanakan. Sementara kejahatan profesi dijadikan terobosan untuk memperkaya diri dan/ atau untuk membangun kejayaan demi kedudukan terhormat di mata publik.

Harapan akan tampilnya penyelenggara pemilu yang profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya merupakan salah satu faktor penentu terwujudnya pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil.

Sebagai seorang profesional, penyelenggara pemilu dipersyaratkan harus mempunyai keahlian khusus yang diperoleh melalui “pengalaman latihan”. Latihan tersebut harus sejalan dengan kompetensi intelektualnya.

Berbagai upaya telah dilakukan penyelenggara pemilu untuk meningkatkan kinerja dan profesionalismenya. Selain pelatihan dalam rangka menanggulangi kejahatan profesi oleh penyelenggara pemilu, telah dibuat Undang-Undang, Peraturan DKPP, Peraturan Bawaslu, dan Peraturan KPU untuk menegakkan pelanggaran etika penyelenggara pemilu.

Sanksinya pun bermacam-macam, mulai pemberhentian tidak hormat, penerapan sanksi lebih berat, hingga dimasukkan dalam daftar hitam. Jika ada penyelenggara pemilu terbukti melakukan pelanggaran berat maka tidak diperbolehkan menjadi penyelenggara pemilu lagi.

Bertolak dari penegakan hukum terhadap oknum penyelenggara pemilu, maka perlu kiranya memberikan hukuman pula terhadap pihak yang terbukti melakukan konspirasi kejahatan profesi yang dilakukan bersama penyelenggara pemilu. Misalnya apabila seorang caleg terbukti menyuap penyelenggara pemilu, maka bukan hanya penyelenggara pemilu yang dijatuhi hukuman namun juga caleg pemberi suap. Dengan demikian dua kutub  pemicu pelanggaran/kejahatan profesi penyelenggara pemilu bisa sama-sama ditanggulangi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here