Politik Pembiayaan Pemilu

80
Share on Facebook
Tweet on Twitter
Buku yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia, dengan judul Politik Pembiayaan Pemilu di Indonesia

Pemilu dan uang bak dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Sebab, penyelenggaraan Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tak lepas dari pembiayaan uang. Pembiayaan itu baik untuk penyelenggaraan maupun yang dikeluarkan oleh peserta untuk kontestasi.

Buku berjudul “Pembiayaan Pemilu di Indonesia” yang diterbitkan oleh Bawaslu RI bisa menjadi referensi bagi akademisi, mahasiswa, penyelenggara Pemilu, aktivis partai politik, maupun organisasi-organisasi yang concern terhadap perkembangan Pemilu di Indonesia dalam konteks pembiayaannya. Sebab, sistem Pemilu yang terus mengalami dinamika juga berdampak terhadap pembiayaan baik dari sisi penyelenggaraannya maupun kontestasinya.

Sejak era reformasi, Indonesia telah menyelenggarakan berbagai jenis Pemilihan Umum secara rutin dan berkala, mulai dari Pemilihan Presiden, Pemilihan Legislatif maupun  Pemilihan Kepala Daerah. Berbagai jenis pemilihan tersebut membutuhkan dana yang besar baik dari sisi peserta Pemilu maupun dari sisi penyelenggara Pemilu.

Dana penyelenggaraan Pemilu tersebut bersumber dari APBN maupun APBD. Sementara biaya yang dikeluarkan oleh peserta bisa berasal dari sumbangan, pribadi, maupun partai politik. Namun, biaya politik yang dikeluarkan oleh calon atau peserta yang bersangkutan lebih banyak dibandingkan dengan sumbangan dari partai politik.

Fenomena yang terjadi adalah ketika seseorang ingin ikut serta mencalonkan diri menjadi Caleg/calon kepala daerah, orang tersebut harus mengeluarkan sejumlah biaya sendiri yang dipergunakan untuk biaya kampanye. Partai politik pengusung hanya berkontribusi kecil dalam biaya kampanye.

Besarnya biaya kampanye yang dikeluarkan oleh peserta pemilu disebabkan tingginya biaya politik (high cost politics). Masih maraknya praktik politik uang (money politics) menjadikan biaya politik sangat tinggi.

Tak pelak, biaya yang dikeluarkan oleh calon menjadikan cost politic sangat besar. Idealnya, biaya politik yang dikeluarkan oleh peserta Pemilu itu dibarengi dengan keterbukaan informasi kepada publik.

Keterbukaan itu baik meliputi sumbangan, penerimaan, maupun pengeluaran dana kampanye. Hal ini untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dari peserta Pemilu.

Jaminan transparansi dan akuntabilitas tersebut diwujudkan melalui pengawasan terhadap Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), pengawasan terhadap Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan pengawasan terhadap Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

Sementara untuk biaya penyelenggaraan, item yang banyak  dikeluarkan untuk logistik, teknis penyelenggaraan, maupun honor penyelenggara.

Membaca buku ini, banyak pengetahuan yang banyak bisa diserap oleh pembaca, karena ditulis oleh peneliti-peneliti yang berpengalaman. Pergulatan politik tidak hanya soal strategi dan intrik bagaimana memperoleh kekuasaan, tapi juga ada pembiayaan yang tak bisa dielakkan.

Bahasa yang digunakan dalam buku ini penuh dengan analisis-analisis yang berbobot dari para pakar yang berkompeten di bidangnya. Pengantar yang diberikan oleh Abhan selaku Ketua Bawaslu RI menambah nilai plus dalam buku ini.  (Diana Pradipta Febriyanti)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here